(Unila): Setiap cerita pasti memiliki filosofi dan makna, tinggal bagaimana cara kita melukis dan menerima cerita tersebut dengan baik. Seperti halnya sebuah pertukaran mahasiswa, walaupun hanya sementara tapi akan bermakna selamanya.
Ya. Itulah ungkapan dari salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Unila angkatan 2022, Fauza Subhan Irawan. Ia mendapatkan kesempatan untuk bisa mengikuti program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) di Universitas Hasanuddin (Unhas), Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
PMM merupakan sebuah program yang bisa menjadi ajang bagi mahasiswa untuk memahami dan mempelajari ragam budaya di universitas tujuan. Bahkan, tak jarang banyak dari mahasiswa yang bisa berkesempatan untuk bisa menikmati suasana pembelajaran di beberapa kampus terbaik yang ada di Indonesia, termasuk di Sulawesi.
Berawal dari konten for you page (FYP) di akun TikTok pribadi miliknya, Fauza mulai tertarik untuk mencari tahu info lebih mengenai program PMM ini. Ia pun memberanikan diri untuk bertanya kepada beberapa teman yang sempat mengikuti program ini pada periode sebelumnya, sekaligus melakukan konsultasi dan melengkapi berkas di kantor jurusannya.
Selain itu, program PMM juga memberikan ruang bagi mahasiswa untuk mengenal lebih banyak orang dengan latar belakang yang berbeda-beda. Termasuk melalui kegiatan modul nusantara yang secara tidak langsung telah memfasilitasi Fauza dan teman-teman mahasiswa dalam mengeksplorasi dan menikmati perjalanan di daerah tersebut.
“Kalau aku sendiri memang termasuk orang yang suka melakukan eksplorasi dan tidak mau melewatkan kesempatan apa pun. Aku juga ingin memperluas relasi, jadi tidak hanya dekat dengan teman-teman di lingkungan sekitar rumah atau kampus asal, tetapi juga bisa mendapatkan bantuan biaya hidup yang menunjang aktivitas dan perkuliahan selama di kampus perantauan,” ungkap Fauza saat diwawancarai, beberapa waktu lalu.
Selama menempuh perkuliahan di jurusan Ilmu Komunikasi Unhas, ia sempat menikmati beberapa fasilitas menarik dan memadai seperti laboratorium yang bertujuan agar mahasiswa dapat mengerjakan tugas proyek secara berkala.
Selain fasilitasnya yang memadai dan memiliki kualitas baik, Fauza juga bercerita bahwa mahasiswa dan mahasiswi di Kota Makassar sangat baik dan ramah. Kegiatan modul nusantara yang ia ikuti juga memberikan kesan yang menyenagkan dengan mengunjungi beberapa destinasi wisata unik.
Jika dilihat dari aspek kehidupan sosial, masyarakat di sekitar Kota Makassar sangat kental dengan bahasa bugisnya saat melakukan interkasi atau sekedar berbicara santai. Selain itu, istilah kata seperti ki, ji, mi, pi, menjadi sebuah ciri khas dalam percakapan masyarakat suku bugis.
Tantangan dalam manajemen waktu juga menjadi hal yang tak bisa dilewatkan. Fauza harus pintar dalam mengelola tugas kuliah agar bisa menjalankan kegiatan PMM serta kesibukan lainnya selama berada di Kota Makassar. Hal tersebut juga tidak terlepas dari dukungan dan motivasi dari orang tua yang sudah memberikan kepercayaan untuk mengikuti program ini.
“Menurutku, kuliah dan tinggal di kota perantauan merupakan sebuah kesempatan yang luar biasa, sekaligus memiliki cerita tersendiri. Salah satu cerita paling berharga adalah Ketika bisa memanfaatkan waktu untuk berkumpul-dengan teman-teman antar daerah, serta mendaki bukit di sebuah pulau, air lautnya begitu jernih, serta mendapatkan keseruan lainnya,” ungkap Fauza.
Sebagai orang Sunda, Fauza juga berkesempatan dalam menampilkan kebudayaan Jawa Barat pada festival budaya di Unhas. Selain kegiatan budaya, ia bersama teman-teman juga berencana untuk membuat proyek film dokumenter mengenai perjalanan anak rantau dalam menjalani program PMM dengan ragam cerita yang ada.
Fauza juga berpesan untuk tidak mengabaikan setiap kesempatan yang datang. Jika kita mampu, maka jangan ragu untuk mengambil kesempatan tersebut. PMM memberikan kita ruang dan pemahaman akan indahnya sebuah perbedaan. [Magang_Vivas Dwi Toti Divaldo]